Archive

Posts Tagged ‘Sang Pemimpi’

Sang Pemimpi

2009/12/29 14 comments

Ayahku pernah bilang, ‘bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk semua mimpi kita’

Berkesempatan menonton Sang Pemimpi saat premier 17 Desember lalu, dalam pikiran yang terlintas adalah, film ini jaminan berkualitas dan berkelas dibanding film Indonesia lainnya, karena ada nama Riri Riza dan Mira Lesmana di balik proyek tetralogi novel karya Andrea Hirata ini. Seperti yang kamu semua ketahui, film ini adalah adaptasi buku laris yang pada tahun 2008 melakukan debutnya lewat Laskar Pelangi.
Plotnya berkisah seputar pengalaman Haikal/Ikal (Vikri Setiawan) yang sedang merantau di Jakarta, bekerja sebagai petugas pos dan asyik ber-flashback ria ke kehidupan remajanya, dan pertemanannya dengan Arai dan Jimron. OK, karena saya sendiri tidak menyukai novel, maka dipastikan novel terlaris ini pun luput dari ruang baca saya (hayah), tapi menurut beberapa reviewer, banyak yang terkejut karena karakter Lintang, Mahar, dan lainnya dihilangkan.
Film ini mengandalkan narasi Ikal sebagai petunjuk. Bagaimana Ikal bisa terdampar di Jakarta, luntang lantung tidak jelas demi mengejar mimpi menaklukkan dunia dan kuliah master di Sorbonne, Prancis. Mimpi itu dimulai saat ia bertemu Arai, sepupunya yang yatim piatu, Arai-lah yang membangun mimpi itu dan mempertahankannya terus hidup di tengah realitas hidup di Belitong yang pahit, terutama saat sang ayah (Mathias Muchus) terkena PHK atau bertahan di kantor pos melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai setelah lulus kuliah. Realita yang banyak ditemui sekarang kan?
Bagi Ikal, Arai adalah anak yang istimewa, jalan pikirannya terkadang sulit dipahami dan out of the box untuk anak seumurannya, tapi tujuan akhirnya adalah memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Itulah yang membuatnya kagum. Tapi di tengah konflik yang terus ada, tidak jarang Ikal merasa ragu akan mimpinya itu dan menyalahkan Arai sebagai sumber masalahnya.
Petualangan Ikal, Arai, Jimron sejak dari pesantren hingga SMU ini mengisi film berdurasi 120an menit ini. Mulai dari Arai yang nakal dan iseng (tapi pintar), Jimron yang terobsesi dengan kuda, Ikal yang polos. Walaupun mereka hidup miskin (seadanya) tapi tetap semangat belajar dan bekerja demi meraih mimpi masing-masing. Mimpi itu semakin menjadi saat mereka bertemu dengan Pak Balia (Nugie), salah satu guru mereka di SMA. Demi mimpi itu, mereka harus memutar otak dan akal di tengah himpitan kemiskinan. Mereka bekerja part time untuk biaya mimpi ke Paris.
Tidak lupa, masa SMA adalah masa puber dan cinta monyet, kalo di Laskar Pelangi, Ikal yang mengalaminya, kini giliran Arai yang jatuh cinta dengan wanita cantik teman sekelasnya bernama Zakiah Nurmala. Sedangkan Jimron jatuh hati kepada Laksmi, seorang gadis pemurung yang bekerja di pabrik cincau yang tak pernah lagi tersenyum, semenjak kedua orangtuanya meninggal dunia karena kecelakaan kapal. Itulah yang mempertemukan Arai dengan musisi orkes melayu, Bang Zaitun, role model dalam urusan cinta di Belitong.
Secara keseluruhan, film ini memang menunjukkan ciri khas Riri dan Miles. Mereka mengeksploitasi keindahan Belitong, view-view indah dan warna yang menyegarkan mata terus menerus ditampilkan, diulang dan diulang hingga kadang membosankan. hehehe. Keduanya juga sukses mengarahkan aktor, aktris muda hasil audisi (ada yang asli Belitong juga ya?), terutama untuk karakter Arai, Jimron dan Zakiah (dari beberapa scene mirip Pevita Pearce, apa hanya halusinasiku ya?). Skenario yang ditulis Riri dan Salman Aristo juga cukup sukses mengangkat tema ‘Indonesia banget’, liat aja bagaimana keragaman suku di Indonesia dengan hadirnya beberapa karakter keturunan Tionghoa, atau menceritakan kerukunan antar umat beragama, dimana Jimron diantar ke pesantren oleh pamannya yang seorang pendeta. Film ini dapat menyampaikan ceramahnya dengan menyelipkan humor-humor yang membuat tertawa tapi juga miris, nyengar nyengir tidak jelas. Konflik antar sahabat, antar orang tua dan anak juga ditampilkan dalam film ini. Mathias Muchus bermain sangat bagus, si Oneng pun tetap tampak seperti Oneng walaupun sudah dimake-up tua dan ‘miskin’. Bagian konflik inilah yang banyak membuat rasa haru, terutama bagian Ayah Juara Nomer Satu di Dunia, langsung teringat jasa-jasa ayah selama ini. 😦 😦 . Nugie pun harus belajar logat Belitong, dan tampil retro dalam film ini, cukup sukses memberikan inspirasi lewat pelajaran mengutip kata-kata orang terkenal, bisa kamu ingat-ingat dan jadikan status facebook nantinya (jangan lupa untuk terus online lewat hape saat menonton film ini). Tapi yang cukup mengejutkan adalah kehadiran Nazril Irham/Ariel sebagai Arai dewasa, banyak reviewer yang memuji penampilan aktingnya disini, tapi saya pribadi tidak. A BIG NO!. Entah kenapa, imej Arai langsung jatuh saat melihatnya dewasa, secara fisik, raut wajah sih mirip, tapi gerak tubuh dan mimiknya itu terlihat memaksakan, seperti sudah bosan melihatnya karena selalu tampil di infotainment dan acara musik TV.

Overall, Sang Pemimpi adalah film Indonesia berkualitas yang menghibur (berbudget 12 m), sama seperti Laskar Pelangi, banyak pesan moral dan nilai positif disampaikan yang bagi sebagian orang bisa mengena nancep ke hati, tapi bagi sebagian lagi akan merasa seperti diceramahi habis-habisan. Film ini sukses membuat saya menahan pipis selama 1 jam (semoga gak kena kencing batu) dan ke toilet dalam hitungan detik saja karena tidak ingin melewatkan adegan selanjutnya. Ini adalah salah satu tanda film Indonesia terbaik tahun 2009. Ya kalo terlewat, tunggu saja di televisi tahun depan. hehehe.
Oya, mungkin karena bersetting di tahun 80 hingga 90 awal, bagian yang agak susah diakalin adalah saat Ikal dan Arai merantau ke Jakarta, tampak beberapa mobil masa kini seliweran di jalan. hehe, mungkin suatu saat Indonesia punya studio ala Universal Studios yang akan memudahkan cerita film bersetting masa lalu. Satu lagi, entah ini masalah intern bioskop (saya nontonnya di E-Pla** Semarang) atau tidak, tapi cukup mengganggu, musiknya suka leot-leot, atau adanya black screen cukup lama tiap ganti adegan, hal ini cukup merusak suasana dan feel dalam film ini. Untuk musik score, Aksan dan Titi Sjuman membuat film ini asik untuk dinikmati tiap adegannya, lagu melayu aslinya pun berhasil mengalahkan ST12 yang juga katanya melayu. Tapi, untuk urusan lagu penutup, Gigi tampaknya harus berada di bawah bayang-bayang Nidji yang sukses membuat lagu Laskar Pelangi begitu memorable. Saya jadi berpikir, kenapa Nidji merilis lagu Sang Mantan hampir bersamaan dengan rilis film ini, ada benang merahnya tidak ya?. Ahh, nevermind, walaupun di bagian ending settingnya agak memaksakan tapi membuat kita gak sabar menunggu film selanjutnya yang beneran bersetting di Eropa, tunggu saja tahun depan.
Jadi film ini layak tonton dan setelahnya susunlah mimpi-mimpimu, wujudkan jadi kenyataan. Bermimpilah yang baik, jangan mimpi basah melulu lewat film-film produksi orang India itu.

“Yang penting bukanlah seberapa besar mimpi kau. Tapi seberapa besar kau untuk mimpi itu.” – Pak guru Balia

More info : Wikipedia, Kaskus


Jimron, Ikal, Arai kecil


Ayah Juara Nomer 1



Para Pelopor Kita


Arai remaja (Ahmad Syaifullah)



Don Juan dari Belitong


Kepala Sekolah/Guru yang amat galak, sadis dah..



Idola para Pelopor, Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda)


Jadi pengen sekolah lagi…


Pak Balia (Nugie)


Argghh, serasa liat video klip


Arai dan Ikal, Sang Pemimpi


Bonus…